Selasa, 29 Oktober 2013

Desa kaima kec. kauditan. kab. minahasa utara provinsi sulawesi utara

Profil Desa Kaima
























Desa Kaima tak dapat dipisahkan dari Sejarah Desa Treman. Sejarah Desa Treman pada mulanya menunjuk kepada sekelompok masyarakat kecil yang berasal dari satu tempat pemukiman yang bernama Walantakan    ( Tonsea Lama sekarang ini ) yang hidupnya masih berpindah-pindah ( nomaden ). Pada tahun 1525 sebagian masyarakat kecil ini sudah berkembang dan salah satu kelompok dari mereka di bawah pimpinan Dotu Lengkong Wulur dan Rensina, Tona’as Paruntu dan Tona’as Makalew menuju ke utara kemudian menyusuri sungai Sawangen dan tiba di suatu tempat yang disebut Keléwér yang dijadikan oleh mereka sebagai tempat bermukim, letaknya di ujung baratDeposelaa sekarang ini, pada 15º  Lintang Utara dengan jarak kurang lebih 22 km dari Walantakan.
Karena tempatnya yang berawa sehingga banyak warga yang terserang malaria pada tahun 1546 mereka meninggalkan pemukiman Keraris dan berpindah ke arah timur di tempat bernama Tengedwatu yang pada bagian selatan sungai Sawangen, utara dataran rendah, timur sungai Sawangen dan pada bagian barat terdapat sungai kecil yang mengalir di antara dua tebing.
Pada sekitar tahun 1580 dari Tengedwatu sebagian masyarakat berpindah ke arah utara di tempat bernama Tongkéina yaitu suatu tempat yang pada tahun 1603 diubah menjadi Taréuman yang berasal dari kata-kata taréuman kaléléan yang artinya permintaan mereka baru dikabulkan oleh Tuhan sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut. Namun pada tahun 1605  sebagian masyarakat berpindah ke arah barat di tempat bernama Doud Tineles Tempat ini berada pada suatu daratan yang kering sehingga kehidupan mereka agak terbebas dari gangguan penyekit malaria dan pemukiman ini dapat bertahan selama 170 tahun lamanya. Pada sekitar tahun 1770 di bawah kepemimpinan Dotu Wuaten Pangemanan dan Dotu Koloay serta Tona’as Longdong mereka meninggalkan pemukiman Doud Tineles dan berpindah ke arah barat di tempat bernama Warugha, Koka, Leleputen dan Perosan Atas. Masyarakat inilah yang menjadi leluhur dari masyarakat Desa Kaima.
Setelah pemukiman ini terbentuk maka sekitartahun 1775 atas permufakatan dari orang-orang tua, Dotu Wuaten Pangemanan ditetapkan sebagai Wadian / Teterusan kemudian berubah menjadi Ukung Tu’a yang mengepalai dan bertugas mengayomi serta melindungi penduduk dari suatu wilayah pemukiman yang kemudian dikenal sebagai wanua ( negeri, desa ). Ukung Tu’a ini kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Melayu sebagai Hukum Tua dan dalam Bahasa Belanda Oud Hukum yang maksudnya adalah pemegang hukum yang tertua yaitu hukum adat
Nama para Hukum tua di Desa Kaima terdiri dari  :
1. WUATEN  PANGEMANAN  ( 1775 – 1816 ) 
     Hukum Tua inilah yang mengantarkan masyarakat Kaima dari pemukiman lama Warugha, Koka, Leleputen dan Doud Tineles ke Desa Kaima yang sekarang ini pada tahun 1805.
2. TUWAIDAN  PANGEMANAN  ( 1816 – 1817 )
Pada waktu Wuaten Pangemanan menunjuk Tuwaidan Pangemanan sebagai gantinya, Koloay amat menaruh keberatan karena ia menganggap jabatan itu seharusnya dipegang olehnya. Untuk mendamaikan mereka itu para tua-tua menghubungi dan mendatangkan Tona’as Rumampuk dari Sawangan Saduan. Tona’as ini berhasil menjodohkan Wangke Pangemanan anak dari Wuaten Pangemanan dan Keke Wailan Koloay anak dari Koloay.
 
3. WANGKE  PANGEMANAN  ( 1817 – 1850 )
 
Hukum Tua ini bersama istrinya dikuburkan secara agama Kristen tidak lagi dalam warugha. Kuburnya berada di salah satu halaman rumah di Desa Kaima. Pada sekitar tahun 1820 di Desa Kema telah diadakan pembaptisan anggota-anggota masyarakat untuk menjadi anggota agama Kristen Protestan. Masyarakat desa Kaima banyak yang dibaptis. Sejak itu agama Kristen Protestan berkembang dengan pesat di desa Kaima. Pada masa Pemerintahan Hukum Tua ini diresmikanlah oleh Pemerintah Hindia Belanda ruas jalan Manado – Kema ( Tahun 1820 )
4. DANIEL  PANGEMANAN  ( 1850 – 1855 )
            Dengan memperhatikan namanya berarti Hukum Tua ini sejak kecil sudah       dibaptis secara agama Kristen.   
 5. IBRAHIM  TALETE  WULUL  RUMAMPUK  ( 1855 – 1888 )
            Hukum Tua ini pernah berlayar ke pulau Jawa dan setelah kembali membawa pohon buah-buahan antara lain mangga cekalang, sawo, kedondong dan namu-namu juga pohon karet, kopi dan kayu jati juga membawa serta teknologi pembuatan sawah. Sebelumnya dimasa mudanya ia pernah mengikuti Perang Jawa (1825 – 1830)
 6. KEMBY  ZAKARIAS  PANGEMANAN ( 1888 – 1893 )
     Di masa kepemimpinan Pemerintah mulai menganjurkan untuk
     menanam kelapa,pala dan pembuatan sawah secara terpencar-pencar.
 7. MANUEL  DUMANAUW  RUMAMPUK  ( 1893 – 1901 )
            Di masa kepemimpinannya diadakan perluasan perkebunan kelapa dan pala baik di utara maupun di selatan Desa Kaima. Juga areal sawah semakin diperluas.
Dapat di catat di sini bahwa pemilihan hukum tua sejak Wuaten   Pangemanan sampai dengan Manuel Dumanauw Rumampuk diadakan melalui musyawarah dari para tua-tua yang merupakan tokoh-tokoh masyarakat di desa.
8.  JOSEPHUS  NELWAN  ( 1901 – 1907 )
Hukum Tua ini dipilih oleh laki-laki yang telah dewasa (usia 18 tahun ke atas) yang sudah membayar pajak dan mempunyai kewajiban dalam pekerjaan yang diusahakan oleh pemerintah. Caranya adalah setiap pemilih mengelilingi calon hukum tua yang dikehendakinya di lapangan secara terbuka dan kemudian dihitung, yang terbanyak dialah yang menjadi hukum tua. Di masa kepemimpinannya di bukalah perkebunan kelapa dan pala di Pataniin. Pada tahun 1905 beberapa keluarga di bawah pimpinan Soleman Ganda membuka pemukiman baru yang kini di kenal sebagai Kelurahan Sagerat. Di tahun yang sama beberapa keluarga di Desa Kaima ikut mengusahakan pemukiman baru di tempat bernama Kepataran atau Desa Wusa sekarang ini.
9.  CORNELIUS  DENDENG  ( 1907 – 1908 )
            Berhubung satu dan lain hal masa kepemimpinannya sangat singkat.
 
10. KAREL  LOGAHAN  ( 1908 – 1918 )
            Di masa kepemimpinannya irigasi sawah-sawah diatur lebih baik dan alur sungai musiman Doud um Po’opo diatur sehingga bila terjadi curah hujan yang tinggi, banjir tidak akan merusak sawah penduduk. Jalan menuju perkebunan Gilingan Ure’ dibangun.
11. JOHN  PANGEMANAN  ( 1918 – 1932 )
            Mula-mula dipilih jadi Hukum Tua Desa Kaima, Karegesan dan Kaasar dikenal sebagai Hukum Tua sambung (1918 – 1921 ). Kemudian menjadi Hukum Tua Desa Kaima yang tidak dipilih lagi ( 1921 – 1932 ). Dalam kepemimpinannya kebun sawah diperluas lagi dan areal tanaman kelapa,juga turut diperluas.
            Pada tahun 1922 Bapak A.B. Rompis menyebarkan agama Roma Katolik di Desa Kaima. Pada tahun 1929 sekelompok masyarakat Desa Kaima yang terdiri atas puluhan rumah tangga membuka pemukiman baru yang kini dikenal sebagai Kelurahan Apela I. Kelompok mapalus di Desa Kaima digiatkan.
12. ENOS  BOLANG  ( 1923 – 1942 )
            Di bawah kepemimpinannya dibuka areal persawahan di dataran Maltang.
            Kelompok mapalus lebih digiatkan lagi. Demikian pula arisan ( kumpulan jaga ) yang  disebut pula sebagai kumpulan belasting ( pajak ), sehingga Desa Kaima memperoleh predikat sebagai pembayar pajak terbaik dan Hukum Tua Enos Bolang mendapat tanda jasa berupa bintang sehingga ia dikenal sebagai Hukum Tua Bintang.
      Pada tanggal 30 September 1934 Gereja Protestan di Minahasa dari masa Hindia Belanda menjadi Gereja yang mandiri dalam wadah Gereja Masehi Injili  Minahasa
             ( GMIM ).
      Pada tahun 1934 Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh ( MAHK ) masuk Desa Kaima dengan dipelopori oleh Bapak Leendert Lengkong. Pada tanggal 11 Januari 1942 tentara Jepang mendarat di Kaima sehingga rakyat mengungsi.
      13. HENDRIK  KEMBI  KATUUK  ( 1942 – 1943 )
                  Hukum Tua ini diangkat oleh Jepang. Tentara Jepang memerintah dengan tangan besi dan situasi berada dalam keadaan lumpuh, sebagai hasil produksi utama kopra dan pala,  tidak dibeli sedangkan impor kebutuhan pokok rakyat terhenti. Kesusahan dan penderitaan mulai terasa di mana-mana.
       
      14. BARNABAS  ROMPIS  ( 1943 – 1950 )
                  Di bawah kepemimpinannya tentara pendudukan Jepang semakin kejam menindas rakyat. Kerja paksa untuk membangun pertahanan Jepang dimulai dari Bitung, Mapanget dan Manado amat menyengsarakan rakyat.  Penderitaan ini berlangsung dari tahun 1943 – 1945. Pada tahun 1945 Jepang menyerah dan diganti oleh tentara Sekutu ( Australia ) dengan pemerintahan sipil Belanda      ( NICA ). Keadaan makin pulih, kopra dan pala mulai dibeli dan bahan kebutuhan pokok rakyat mulai lancar.
      Pada tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Sukarno – Hatta, berita ini sangat terlambat tiba di tangan rakyat  Desa Kaima dibentuk organisasi perjuangan Laskar Rakyat, PPI dan P 7,
                  Pada tahun 1946 Negara Indonesia Timur dibentuk. Untuk pertama kalinya rakyat mengikuti Pemilu untuk memilih anggota-anggota Parlemen NIT.
                  NIT bubar tahun 1950 dan Indonesia kembali menjadi Negara kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
                  Kelompok mapalus digiatkan demikian pula tokak sawang diberlakukan kembali

15. ADOLF  MARAMIS  RONDONUWU  ( 1950 – 1956 )
            Di bawah kepemimpinannya kepala jaga dan meweteng untuk pertama kali dipilih. tokak sawang ditiadakan dan mapalus digiatkan. Ekonomi rakyat mulai bangkit. Pada tahun 1953 agama Pantekosta ( GPDI ) masuk di Desa Kaima dipelopori oleh Bapak Turambi Wuisan. Pada tahun 1955 untuk pertama kali pemerintah RI mengadakan Pemilu bagi anggota DPR dan anggota Konstituante.
 
16. WILHELMUS  WUISAN  ( 1956 – 1960 )
            Di bawah kepemimpinannya bendungan Maltang dibangun. Ekonomi rakyat berkembang dengan baik, mapalus kebun digiatkan.
Pada tanggal 2 Maret 1958 terjadi Proklamasi Perjuangan Semesta ( PERMESTA ) di Kota Makassar. Proklamasi ini terasa di Minahasa tidak terkecuali di Desa Kaima, Organisasi pemuda untuk membangun daerah dibentuk      ( KOP2 dan CPP ). Mereka dikerahkan bergotong royong dengan masyarakat untuk membangun jalan-jalan di desa dan jalan-jalan perkebunan.  Pada tanggal 16 Juni 1958 TNI mendarat di Kema. Rakyat seakan-akan terbagi dua yang di bawah kekuasaan TNI dan di bawah kekuasaan Tentara Permesta. Ekonomi rakyat terganggu karena keamanan yang tak dapat dijamin sepenuhnya.
17. RICHARD  NELWAN  ( 1960 – 1962 )
            Di awal kepemimpinannya daerah masih bergolak, sehingga tak dapat berbuat sesuatu untuk membangun desa. Ekonomi rakyat masih terganggu karena keamanan belum pulih. Pada bulan April 1961 pertempuran antara TNI dan tentara Permesta dihentikan sehingga keamanan mulai tercipta lagi.
            Ekonomi rakyat secara bertahap mulai bangkit lagi. Kesenian maengket mulai dikembangkan.
 
18. LAZARUS  GANDA  ( 1962 – 1965 )
            Di awal kepemimpinannya keadaan sudah aman sehingga ekonomi rakyat mulai berkembang. Jalan-jalan desa dan kebun diperlebar dan diperbaiki. Mapalus digiatkan demikian pula dengan kesenian maengket.
            Pada akhir pemerintahannya tahun 1965 kegiatan ekonomi rakyat mulai merosot sebagai dampak situasi ekonomi nasional
19. HEINTJE  JORAM  LANGELO  ( 1965 – 1975 )
            Untuk pertama kalinya perempuan mempunyai hak pilih. Di awal pemerintahannya ekonomi rakyat terasa semakin merosot. Terkenal kebijaksanaan pemerintah dengan politik BERDIRI DIATAS KAKI SENDIRI ( BERDIKARI ). Pada tanggal 30 September 1965 terjadi peristiwa G 30 S / PKI. Peristiwa ini terasa sampai di desa. Rakyat diajak membuka kebun BERDIKARI di lereng Gunung Klabat. Sekitar dua tahun kemudian beralih ke perkebunan Maltang dan sekitarnya. Kebun ini kemudian ditanami cengkih.
            Pada tahun 1967 Presiden Sukarno diganti oleh Pejabat Presiden Suharto. Uang rupiah didevaluasi dengan rasio 1000 : 1 dan diterbitkan mata uang baru.   Ekonomi rakyat mulai membaik kembali. Pada tanggal 2 Maret 1967 Bapak H. V. Worang di lantik menjadi Gubernur Sulawesi utara. Pada tanggal 1 April 1969 awal pelaksanaan Repelita I ( 1969 – 1974 ), di tingkat propinsi dicanangkan di bendungan SawangenDesa Kaima oleh Gubernur  H. V. Worang ( tanggal 1 April 1969 ). Jalan – jalan desa diaspal dan jalan di perkebunan direhabilitasi. Kesenian maengket tetap dikembangkan.
20. MAXIMILLIAN  AWUY  PANGEMANAN  ( 1975 – 1980 )
            Di masa kepemimpinannya penanaman cengkih lebih digiatkan lagi karena dirangsang oleh harga cengkih yang amat baik.
            Jalan desa lebih ditingkatkan seiring dengan Repelita II ( 1974 – 1979 ). Impres Bangdes turut menggerakkan pembangunan desa.
            Desa Kaima memenangkan Juara I Tingkat Propinsi menyangkut kegiatan LSD ( Lembaga Sosial Desa ). Pasar Desa Kaima pada akhirnya ditutup karena tidak lagi menarik pembeli dan penjual.
 
21. RUDY  LENGKONG  MAURATU  ( 1980 – 1985 )
            Di masa kepemimpinannya pembangunan dilanjutkan dan ditingkatkan lagi dalam rangka Repelita III ( 1979 – 1984 ). Jalan kebun di utara desa direhabilitasi, demikian pula jalan kebun ke selatan dan jalan – jalan dalam desa.
            Pada tahun 1980 – an harga cengkih merosot yang menyurutkan kegiatan masyarakat menanam dan memelihara pohon cengkih.
22. HERMANUS  DENDENG  ( 1985 – 1994 )
            Di masa kepemimpinannya mencakup 2 ( dua ) Repelita yaitu Repelita IV ( 1984 – 1989 ) dan Repelita V ( 1989 – 1994 ).  Bangunan yang berhasil dilaksanakan adalah Gedung Kantor dan Balai Desa, Jembatan Samidow dan Jembatan Sawangen. Demikian pula pembangunan jalan – jalan di desa dan perkebunan terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Pada tahun 1986 kebakaran besar melanda sebagian kebun cengkih dan hutan serbaguna di Maltang akibat musim kemarau yang panjang. Kebakaran ini dapat dipadamkan oleh masyarakat.
            Pada tahun 1992 terjadi penuntutan atas hak milik pasini dari masyarakat Desa Kaima oleh beberapa oknum masyarakat Desa Kaasar. Peristiwa ini akhirnya dapat diselesaikan oleh pemerintah desa di bawah kepemimpinan hukum tua. Pada tahun 1994 didirikan organisasi Perkumpulan Maroyor / Liliroyor Pisok Rendeman Kamiuman, yang tujuannya antara lain adalah menggali dan mengembangkan adat budaya daerah.
HENGKY  NUSA  WILSON  WUISAN, BA  ( 1994 – 2003 )
            Di masa kepemimpinannya dimulai Repelita VI ( 1994-1999).
            Pada tahun 1995 pengresmian Lapangan Sepak Bola oleh Gubernur Sulawesi Utara E.E. Mangindaan. Sekaligus pembacaan surat hibah dari beberapa pemilik tanah yang dijadikan lapangan sepak bola tersebut.  Lapangan ini sudah mulai dibangun sejak Hukum Tua Hermanus Dendeng.                                                                                            
            Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter di tingkat nasional. Peristiwa ini menyebabkan nilai rupiah merosot tajam. Krisis ini berlanjut menjadi krisis multidemensi. Kehidupan ekonomi masyarakat desa mulai terpuruk. Kemudian terjadi beberapa kali pengantian Presiden. Pada tahun 1998 dari Bapak Suharto ke Bapak Habibie, Tahun 1999 dari Bapak Habibie kepada K.H. Abdurahman  Wahid., dari tahun 2001 dari K.H. Abdurahman Wahid kepada Ibu Megawati Sukarno Putri. Sejak Presiden Habibie di mulai Era Reformasi.
            Pada tahun 1997 pengerasan sebagian jalan desa dengan anggaran APBD Tingkat I Sulut tahun anggaran 1996 / 1997.
            Pada tanggal 1 Desember 2000 terjadi banjir besar di Desa Kaima akibat meluapnya air sungai Doud um Po’opo. Enam orang tewas sedangkan satu mayat tidak diketemukan lagi. Banjir menutupi sebagian halaman rumah di desa dan sebagian kebun masyarakat di tepi aliran sungai Doud um Po’opo.


24.NICOLAS  AGUSTINUS  RONDONUWU, BA  (2003-2008)
            Sejak terpilih menjadi Hukum Tua desa Kaima tanggal 11 Nopember 2002 dan dilantik tanggal 8 April 2003, pembangunan fisik didesa lebih diperluas
*          Tahun 2003 pembuatan bronjong saluran Sungai Doud um Po’opo  bagian atas dana berasal dari (DAU).
*          Pengerasan jalan dari desa
*          Lapangan Olah Raga Desa Kaima dana adalah partisipasi masyarakat.                                                                                                       
*          Pembuatan Talud tahap I sepanjang 750 meter bagian selatan dana adalah partisipasi masyarakat, dan tahun 2005 pembuatan talud tahap II sepanjang 750 meter dana adalah partisipasi masyarakat dan bekerja sama dengan KKN UNSRAT Manado.
*   Pada tahun 2004 pengerasan jalan masuk ke Kaima Indah dana adalah partisipasi masyarakat dan pembuatan bubusan bagian selatan Kaima Indah dana adalah  bekerja sama dengan KKN UKIT Tomohon .
*          Pembuatan jembatan bagian atas saluran sungai Doud um Po’opo akibat banjir tahun 2000 dan pengaspalan jalan dari By. Pass menuju ke desa  +  450 meter dana adalah dari DAU ( Dana Alokasi Umum ).
*          Balai Desa Kaima bagian belakang adalah Program Pemerintah Desa Kaima Tahun 2005 dimulai dari bulan Januari 2006 sampai tahun 2008  ±  70  %  selesai dengan  dana Ed Hoch II, adalah Bantuan dari Pemerintah Kabupaten Minahsa Utara, serta partisipasi / swadaya seluruh masyarakat Desa Kaima baik yang ada di Desa Kaima maupun masyarakat yang berada di luar Desa Kaima serta Donatur dan partisipasi dari KKN UNSRAT Manado Tahun 2006 angkatan 72.
*   Pembangunan Pengaspalan jalan dari desa menuju ke arah selatan perkebunan adalah juga Program Pemerintah Desa Kaima Tahun 2005 yang sudah terealisasi pada Tahun 2006 yaitu Jalan RONDOR UMBANUA sepanjang 2 Km adalah Bantuan Dana dari Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara. Jalan tersebut adalah merupakan jalan inti perekonomian masyarakat desa Kaima.
*          Tahun 2006 Pembentukan Organisasi Persatuan Guru “ KITA ESA “ yang melibatkan guru yang aktif dan yang sudah pensiun
*    Tahun 2007 sebagai Hukum Tua Terbaik se Kabupaten Minahasa Utara,  Pengurus Asosiasi Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia ( ABDESI ) sebagai Sekretaris, Pembina terbaik Karang Taruna Propinsi Sulawesi Utara, dan sebagai Hukum Tua terbaik I tingkat Nasional Kategori Kepala Desa / Lurah Penggerak Pembangunan Kehutanan tingkat Propinsi Sulawesi Utara dan Nasional dan menerima Penghargaan dari Presiden |RI dan Mentri Kehutanan RI pada Perayaan Kemedekaan RI ke – 62 di Istana Negara tahun 2007.
*          Pembentukan / Pemilihan kembali Badan Permuasyawaratan Desa ( BPD )  Periode ( 2007 – 2013 )
*          Tahun 2007 Pembentukan Desa Siaga
      NICOLAS  AGUSTINUS  RONDONUWU, S.Sos ( 2008 sampai sekarang )
Setelah terpilih kembali sebagai Hukum Tua Desa Kaima yang ke – 25 pada tanggal 09 Mei 2008 dan dilantik oleh Bupati Minahasa Utara Drs. Sompie F. Singal, MBA pada tanggal 03 Juni 2008, pembangunan fisik adalah melanjutkan pembangunan Balai Desa Kaima bagian belakang sebagian dana dari ADD tahun anggaran 2008, 2009, 2010 dan sebagian dari swadaya murni masyarakat baik yang berdomisili di Desa Kaima maupun yang berdomisili diluar Desa Kaima, saat ini sudah digunakan oleh seluruh masyarakat Desa Kaima, yang sumber dana lain dari Arisan yang ada di Desa Kaima
      Arisan yang ada di Desa Kaima :
     Arisan Jaga I s/d Jaga 10,
     Arisan Family Mandang Bolang
     Family Mandang
     Family Dendeng
     Family Rompis
     Family Wuisan
     Family Donsu
     Family Katuuk
     Family Togas
     Family Rarungkuan
      Arisan Organisasi Kemasyarakatan :
      - Arisan Maroyor
      - Arisan Pasungkudan ne’kaima Jakarta
      - Arisan Permesta
      - Arisan Sosike
      - Arisan IKMK
      - Arisan Veteran
      - Arisan Serikat Tolong Menolong (STM)
      - Arisan PWRI
      - Arisan Pinaesaan Ta’waya
      - Arisan Serikat Persaudaraan
      - Arisan KelompokTani Maesa-esaan
      - Arisan Kelompok Tani Suka karya         

      KESIMPULAN  DAN  PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa data di atas adalah bahwa tahun yang tepat untuk ditetapkan sebagai tahun lahirnya Desa Kaima yaitu tahun 1770 untuk menghormati pimpinan – pimpinan Wuaten Pangemanan, Koloay dan Tona’as Longdong. Ini disebabkan karena untuk pertama kalinya diketahui dengan jelas nama – nama pemimpin, sedangkan pada tahun 1580 ketika terjadi perpisahan di Tengedwatu antara leluhur Desa Treman dan dDsa Kaima nama leluhur Dsa Kaima yang memimpin masyarakat di Tengedwatu dan ke pemukiman di Doud Tineles belum diketahui dengan jelas. Sehingga dengan demikian usia Desa Kaima sekarang 241 tahun ( sejak tahun 1770 sampai dengan tahun 2011).
Dalam pada itu tentang tanggal terbentuknya Desa Kaima tak dapat lagi ditelusuri, sehingga diambil satu tanggal yang sifatnya simbolis yaitu tanggal 8 April, tanggal dilantiknya Bapak Nicolas Agustinus Rondonuwu,BA sebagai Hukum Tua Desa Kaima yang ke 24. Tanggal tersebut sudah dimusyawarahkan dan disepakati bersama oleh Hukum Tua bersama perangkat desa dan tokoh – tokoh masyarakat desa serta Ketua dan Anggota – anggota Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ( LPM ),  Sehingga hari jadi Desa Kaima yaitu pada tanggal 8 April 1770  dan hari ini genap berusia 241 tahun, yang dirayakan pada hari  Jumat tanggal 8 April 2011
      Selanjutnya tentang asal usul nama Desa Kaima dapat diterangkan sebagai berikut  :
      Ketika di tahun 1580 sebagian dari masyarakat di Tengedwatu berpindah ke arah utara di tempat bernama Tongkaena maka sebagian lagi ingin menetap di Tengedwatu.                                                                                                                            
      Pada waktu mereka diajak ke Tongkaena sebagian masyarakat yang tinggal ini yang kemudian menjadi cikal bakal masyarakat Kaima sekarang ini berkata, ni kamu mo sé mepa’amian ni kaimo sé wia  ( kamu sajalah yang ke utara kami tinggal ).

Beberapa kegiatan rutin Pemerintah desa kaima yang tetap dilaksanakan sampai sekarang yakni:
Rapat koordinasi perangkat desa


































Rapat kordinasi di rumah duka











































kegiatan nikah adat/tumanda




























kegiatan jumat pass



















informasi mengenai desa kaima kec. kauditan kab. minahasa utara provinsi Sulawesi Utara
dapat dibaca selanjutnya...ikuti terus informasi tentang desa kaima di alamat. www.desakaima.blogspot.com